Latar Belakang

Apakah bahasa Indonesia masih tahan uji terhadap perkembangan teknologi digital? Apakah bahasa Indonesia mengalami nasib yang menggembirakan, menyedihkan, atau membahayakan dengan perkembangan teknologi tersebut? Teknologi digital telah menyulap kebiasaan masyarakat yang bekerja di wilayah mana pun, baik wilayah kependidikan maupun nonkependidikan. Muncul tradisi baca yang dibarengi tradisi tulis. Transfer informasi melalui teknologi digital diusahakan secepat mungkin untuk direspon agar penyampaian pesan menjadi efektif dan tidak kadaluwarsa.

Mereka yang telah “membaca” kekuatan teknologi dengan cepat merespon alat itu untuk mengkreasi dan membuat terobosan dalam pembelajaran agar terjadi percepatan pemahaman. Mereka yang mengkhawatirkan hadirnya teknologi itu didasarkan pada data tentang banyaknya penyalahgunaan teknologi itu untuk melakukan tindakan kriminal, seperti melakukan tindakan plagiasi terhadap karya-karya yang digelar. Dengan mendapat kemudahan muncul penyalahgunaan media untuk kriminal. Mengopi pesan orang lain lebih diminati daripada memulai menulis sendiri.

Sementara itu, warga masyarakat yang menjadikan menu di media digital yang lebih sebagai penikmat banyak yang terkena batu sandungan yang menyebabkan mereka terancam rusaknya rajutan kebersamaan yang bertahun-tahun mereka bina. Mereka terprovokasi oleh tampilan berita atau pesan di media. Kecuali itu, kualitas kepribadian mereka direndahkan oleh kekurangpahaman dampak negatif media tersebut. Akhirnya, bermedia lebih mereka rasakan sebagai “racun” yang menurunkan kualitas cipta, rasa, dan karsa. Siapa yang bertanggung jawab untuk mendewasakan masyarakat dalam bermedia, termasuk menjunjung etika bermedia? Ada tuntutan serius bagi guru, dosen, peneliti, rohaniawan/dai, jurnalis, atau siapa saja yang diberi peran memimpin untuk mencerahkan masyarakat tentang kebaikan dan keburukan berteknologi. Di satu sisi, mereka yang memiliki kemampuan memilah dan memilih mampu berkembang sangat pesat berkat pemilikan keterampilan dan keahlian yang disokong ketepatan bermedia hingga kontribusi mereka dapat dirasakan oleh anggota masyarakat luas. Para guru yang gesit, kreatif, dan cerdas yang memiliki pola komunikasi yang lebih terbuka dan dapat mengimbangi perkembangan teknologi, jika kesulitan mencari bahan ajar, metode, atau media pembelajaran bahasa dan sastra, mereka beranjak untuk menengok menu di media. Berteknologi menjadi rahmatan lil alamin.

Sementara itu, industri kreatif, khususnya tawaran pendidikan untuk warga asing, bertahun-tahun sudah disiapkan, diujicobakan, dan dilaksanakan desain kurikulum pembelajaran bahasa Indonesia untuk mereka. Bagian mana yang semakin mantap yang menjadi kekuatan BIPA dan yang masih terus dilakukan pembenahan.

Untuk itulah kami mengundang pakar, peneliti, dosen, guru, dan mahasiswa untuk mencari solusi komprehensif mengenai permasalahan-permasalahan sosial-humaniora dari dampak bermedia. Jawaban dari pertanyaan-pertanyaan itu silakan Bapak/Ibu/Saudara tuangkan dalam makalah yang nanti didialogkan dalam seminar KAJIAN BAHASA, SASTRA, DAN PENGAJARAN VI TAHUN 2020 (KBSP VI – 2020) dengan tema “Bahasa dan Sastra Indonesia pada Era Digital”.

Tema Seminar

Bahasa dan Sastra Indonesia pada Era Digital

Narasumber



Dr. Laili Etika Rahmawati, M.Pd.
(Universitas Muhammadiyah Surakarta)


Prof. Dr. H. A. Syukur Ghazali, M.Pd.
(Universitas Negeri Malang)


Dr. Dwi Puspitorini, M.Hum.
(Universitas Osaka-Universitas Indonesia)


Dr. Main Sufanti, M.Hum.
(Universitas Muhammadiyah Surakarta)

Tanggal Penting

Penyerahan Naskah
25 April 2020Batas akhir pendaftaran dan penerimaan naskah lengkap
5 Mei 2020Pengumuman naskah diterima
8 Mei 2020Batas akhir pembayaran
10 Mei 2020Batas penerimaan naskah revisi
Seminar
8 Juni 2020Pelaksanaan Semnas KBSP VI

Kirim Naskah

Untuk mengirimkan asbtrak dan atau naskah lengkap, silakan menggunakan tautan berikut:

Kirim